Senin, Desember 22, 2008

Air terjun Gitgit....


Jalan menuju lokasi air terjun...bersih dan indah


Air terjun Gitgit tampak dari kejauhan




Pura di dekat Air Terjun


Keindahan Air Terjun Gitgit dilihat dari sisi yang lain
Senin, November 10, 2008

Enaknya kompakan sama tetangga.......

Malam minggu kemarin, saya beserta beberapa penghuni kost di jalan Tukad Balian-Denpasar, mengadakan acara bakar-bakar ikan. Yang pasti seru banget.

Yap kami memang kompak, karenanya hampir setiap ‘wiken’ selalu ada saja acara yang kita adakan. Mulai belanja ke pasar, hang-out bareng, sampai bikin acara bakar ikan seperti yang kemarin kita adakan. Walaupun kami berasal dari berbagai macam latar belakang budaya dan agama, tapi itu tak menjadi halangan bagi kami untuk menjalin persaudaraan. Hmm.......seandainya saja semua orang bisa rukun dengan 'tetangganya' masing-masing, pasti negeri kita akan lebih damai..........:))



Persiapan udah di mulai dari hari jum’atnya nih, kita bagi-bagi tugas. Mbak monic beserta suami bertugas membeli ikan di Pasar Ikan Kedonganan-Jimbaran. Mulai dari Udang, Cumi dan Ikan Kerapu dia borong. Saya beserta mbak Etta dan Bu Dayu (ketua 'gank' kita nih) bertugas belanja sayur dan buah di Pasar Badung.

Hari Sabtunya dari pagi, kita semua udah sibuk dengan acara persiapan. Ada yang bertugas membuat bumbu yaitu ibunya Mbak Etta yang kebetulan lagi datang dari Jogja. Masakannya top abis deh (jangan GR ya bu…:D), lah wong di kesehariannya beliau memang punya usaha catering…jadi terjamin deh rasanya. Dan kita-kita cuman jadi penggembira saja, alias merumpi sekalian incip sana-sini. Hehehe….



Sekitar pukul 19.00 Wita acara bakar-bakar kita mulai……….hmmm, dari aroma ikan segar yang terkena arang saja, sudah dapat saya bayangkan nikmatnya ikan bakar itu. Para lelaki yang bertugas membakar ikan, dan kita para ibu-ibu membikin sambal matta (khas bali) resep dari Bu Dayu yang oke punya, dan sambal terasi ibu nya Mbak Etta, yang pedesnya nendang banget deh.



Setelah hampir satu jam udang, cumi, dan ikan sudah menanti untuk disantap. Walaupun sempat diwarnai oleh hujan yang membuat sedikit kalang kabut, akhirnya sukses juga acara bakar ikan kita. dan tibalah waktunya makan. Yummmy....Perut yang memang sengaja aku kosongin untuk momen inipun sampai merasa 'begah' karena muatannya yang terlalu berlebih akibat lapar mata melihat berbagai sajian yang sayang untuk dilewatkan, hehehe.........rakus ni.



Dalam hati saya bersyukur punya kesempatan kost di sini. Dimana saya sempat mengenal para penghuninya yang sangat enak dan nyambung untuk berteman dan sesekali saling 'curhat'...:D


Selengkapnya...

Selasa, Oktober 28, 2008

Danau Batur




Meski sudah menikmati hampir 3 minggu libur lebaran, rasanya seperti belum puas hati untuk tidak berlibur lagi. Ajakan teman untuk refreshing, keluar dari hiruk pikuk kota denpasar menuju pedalaman Bali guna mereguk segar hawa pegunungan tak mungkin akan kutolak :D. Dan hari minggu kemarin saya sekeluarga bersama teman dan juga keluarganya berangkat menuju Kintamani. Udara panas yang menyerang Denpasar
akhir-akhir ini, seperti mencari balasnya di tempat dingin Kintamani.

Danau Batur berada diantara Gunung Batur dan Gunung Abang. Konon nama Gunung dan Danau Batur berasal dari keyakinan masyarakat setempat bahwa Gunung Batur adalah ‘batur’ atau pembantu dari Gunung Agung.



Dari Kota Denpasar Danau Batur bisa dicapai dalam waktu 2 jam dengan membawa kendaraan sendiri. Tapi bagi Anda yang tidak membawa kendaraan sendiri, untuk dapat mencapai lokasi Gunung Batur bisa menggunakan taksi atau menyewa mobil. Anda juga dapat bergabung dengan sebuah tour yang banyak ditawarkan oleh agen perjalanan untuk mengunjungi Gunung Batur dan Danau Batur.


Diserbu penjaja cinderamata

Pemandangan di sini sangatlah elok, dilihat dari atas ataupun langsung di sisi danau sama cantiknya. Namun sayang, ditengah keasyikan kami menikmati keindahan Danau Batur ini, ada sedikit gangguan yang (maaf) cukup menyebalkan dari para penjaja cinderamata. Meraka dengan cara sedikit memaksa mulai menawarkan dagangannya. Bahkan ada yang cenderung berkata kasar. Yang tadinya tidak berniat sama sekali untuk membeli, akhirnya dengan terpaksa jadi membeli, hanya agar kami bisa ditinggalkan. Sebenarnya apabila mereka tidak terlalu ‘agresif’ kitapun akan enak dalam memilih dan membeli dagangannya.

Tanpa terasa hari telah siang, pantas saja perut sudah ‘berteriak’ minta diisi. Akhirnya kami meninggalkan kawasan ini dan berpindah ke salah satu restoran yang berada tidak terlalu jauh. Menu yang dijajakan memang terbatas, hanya ada Ikan Nila dengan variasi masakan digoreng, dibakar dan dibuat sup. Ikan yang digoreng lebih mantap rasanya daripada menu yang lainnya. Dan semua itu menjadi lebih sempurna dengan pemandangan yang menemani makan siang kita. Wow………..tak kan terlupakan.

Selain tempat makan, pengelolanya juga melengkapi dengan tempat pemancingan. Sembari menunggu masakan yang telah kita pesan datang, kita bisa memanfaatkan waktu dengan memancing. Apabila kita berhasil mendapatkan ikan, ikan tersebut bisa kita bawa pulang. Tentu saja kita harus membayarnya terlebih dahulu sesuai dengan berat dan jenis ikannya.


Salah satu contoh bungalow

Untuk anda yang ingin menginap, tempat ini juga menyediakan bungalow. Sebuah penginapan yang sangat romantis, karena berada persis di tepi danau. Cocok deh untuk anda yang ingin berbulan madu. Tetapi sebaiknya anda pesan terlebih dahulu, karena bungalow yang ada hanya berjumlah 4 saja. Dengan variasi harga 350-450ribu/hari saja anda sudah bisa menikmati indahnya Danau Batur sepuasnya dari tempat yang lebih privat.

Setelah puas mencumbui keelokan Danau Batur dan juga jepret sana-sini, kamipun dengan sedikit enggan beranjak pulang.
Selengkapnya...

Rabu, September 10, 2008

Kuminta Engkau menjadi Cakrawalaku

Ketika saya menikmati indahnya sunset di Pantai Petitenget, entah kenapa angan saya terbang ke bait-bait puisi yang pernah saya terima ketika swami melamar dulu :)).
Kini saya lebih bisa meresapi apa yang dimaksud oleh swami dalam puisinya. Semoga tidak salah dalam menterjemahkannya dalam laku perbuatan.



Kuminta Engkau menjadi Cakrawalaku

Garis itu adalah pandangan
Antara langit dan bumi bertemu
Antara luasnya samudera dan maha luasnya semesta bertemu
Antara keinginan dan kegelisahan dipertemukan

Garis itu adalah batas
Batas dari yang tidak berbatas
Batas yang tidak memiliki batas
Batas dari kemunafikan dan kesombongan

Garis itu adalah tempat
Tempat matahari meletakkan sinarnya
Tempat janji-janji itu disematkan
Tempat keinginan-keinginan dikumpulkan
Tempat kebinalan hidup diistirahatkan

Kumpulan cita-cita ku ada di garis itu
Kehendak akhirku ada di garis itu
Gairah hidupku ada di garis itu
Kenyataan hidupku pun ada di garis itu

Setelah lalui pengembaraan panjang
Usai lewati petualangan yang tak berujung
Mulai dari alami duka yang tersayat,
hingga nikmati rasa yang terluka

Kehendakku ada padamu
Dan kuminta engkau menjadi cakrawalaku.
Selengkapnya...

Kamis, September 04, 2008

Menu Buka Puasaku...Pokcoy cah cumi kering

Alhamdulillah….tiga hari pertama puasa ramadhan kemarin lancar….semoga bisa tamat hingga akhir bulan (mungkin gak ya..:D ) , amin.

Sedikit rahasia nih, saya sempat keteteran juga dalam menyiapkan menu sahur dan buka-nya. Maklum ini kali pertama saya harus mengerjakan semuanya sendiri. Biasanya sih ‘nunut’ orang tua, jadi taunya beres saja, hehe…. Jadinya menu yang seadanyalah yang bisa saya siapkan. Sepulang dari ‘kerja’ jam 5 sore saya baru belanja ke pasar, dan sesaat sebelum masuk waktu Sholat Isya’ semua masakan baru matang. Untungnya swami belum pernah protes karena terpaksa harus buka puasa setelah sholat taraweh :D.


Untuk pasangan muda yang mempunyai pengalaman serupa, saya punya menu andalan nih, namanya Pokcoy cah cumi kering. Ini merupakan menu favorit kami berdua. Selain karena rasanya yang cocok di lidah, juga karena cara memasaknya yang relatif mudah dan hanya memerlukan sedikit waktu saja.

Bahan :
# Pokcoy / sawi daging 5 ikat
# Cumi telor kering 100 gr
Bumbu :
# Cabe merah 2 buah, diiris tipis
# Cabe rawit 5 buah (sesuai selera), diiris tipis
# Bawang putih 5 siung, diiris tipis
# Bawang merah 5 buah, diiris tipis
# Gula pasir ¾ sdt
# Kecap asin 1 sdt
# Lengkuas 1 ruas jari, di memarkan
# Jahe 1 ruas jari, dimemarkan
# Daun Bawang 2 btg, diiris tipis
# Air 150 cc

Cara memasak :
Siangi pokcoy, ambil daunnya saja, kemudian cuci bersih. Iris cumi kering yang telah dicuci setebal 1 Cm.
Tumis bawang putih hingga harum, kemudian masukkan bumbu yang lain, tumis hingga sedikit layu. Masukkan cumi kering, aduk rata dengan bumbu, tambahkan air dan diamkan 5 menit. Setelah cumi keringnya lunak, masukkan pokcoy, aduk-aduk hingga daunnya cukup matang. Setelah itu tambahkan gula dan kecap asin. Kemudian angkat, dan siap di sajikan.

Masakan ini paling enak dimakan dalam keadaan hangat. Hmmm…..yummmi.
Selengkapnya...

Kamis, Agustus 21, 2008

Hmm...Plastik?

Ketika saya membaca blog seorang teman tentang bahaya kemasan plastik untuk makanan, yang terpikir di benak saya adalah, sudah berapa banyak racun yang masuk dalam tubuh saya?

Lagi-lagi untuk alasan kepraktisan (baca : malas masak), dulu saya lumayan sering jajan makanan di luar. Dan tentu saja plastik yang digunakan sebagai pembungkusnya. Entah dalam wujud kertas bungkus ataupun kantong plastik. Hal ini tidaklah mengherankan karena memang plastik merupakan alat bungkus yang murah meriah, sehingga diminati oleh semua pedagang.


Karena ngeri membayangkan banyaknya penyakit yang mungkin akan 'mampir' di tubuh saya dan swami, kini saya berusaha untuk selalu membawa wadah sendiri apabila terpaksa membeli makanan untuk dibawa pulang. Sedikit repot memang, tetapi saya rasa sepadan dengan manfaatnya. Hitung-hitung berpartisipasi untuk sedikit mengurangi sampah plastik yang berpotensi merusak lingkungan.

Selain itu saya pun mulai selektif membeli wadah-wadah plastik untuk tempat menyimpan makanan. Atas saran seorang teman saya kini menggunakan produk tupperware (wah...promosi nih), yang memang sedikit mahal, tetapi aman dan awet untuk tempat makanan.

Setidaknya saya sudah berusaha untuk meminimalkan resiko terkena penyakit kanker dkk yang sangat berbahaya itu. Namanya juga manusia, hanya bisa berusaha kan? Seandainya dengan mencoba hidup sehat masih saja terkena penyakit, ya di anggap cobaan dari Tuhan saja deh :)).

Dan dalam rangka ingin bergaya hidup sehat, selain menyempatkan waktu untuk olah raga, sekarang saya lebih sering memasak sendiri, dan menghindari penggunaan vetsin ataupun penyedap rasa lainnya. Memang awalnya makanan akan terkesan hambar, tapi lama kelamaan lidah kita akan beradaptasi. Sehingga makanan tetap terasa nikmat, apalagi jika kita memasaknya dengan rasa cinta :p.
Selengkapnya...

Jumat, Agustus 15, 2008

Pedessss.....

Bagi banyak orang di Indonesia, sambal tidak pernah absen di meja makan kita. Karena sambal bisa menambah selera makan. Tentunya ini hanya berlaku bagi penyuka rasa pedas.

Variasi sambal banyak sekali, tapi saya hanya bisa membuat dua macam variasi saja, yaitu sambal mentah dan sambal matang, hehehe…minimalis sekali ya. Tapi yang paling penting adalah rasanya cocok di lidah saya dan terutama swami.

Setelah berpuluh kali bereksperimen, akhirnya saya menemukan komposisi bahan sambal yang pas dengan selera kami. Bahannya sedarhana saja, terdiri dari :

# Cabe rawit 5 bh

# Cabe Merah 1 bh

# Terasi ½ sdt

# Garam ¼ sdt

# Gula 1/8 sdt

# Sedikit minyak jelantah (minyak yang telah dipakai untuk menggoreng)

Semua bahan kecuali minyak jelantah, di ulek jadi satu. Setelah cukup halus, baru kemudian tambahkan minyak jelantah untuk menambah kelezatan sambal.

Kalau sambal matang, cabe rawit, cabe merah dan terasi di goreng terlebih dahulu sebelum di ulek. Hanya itu saja yang membedakannya dengan sambal mentah, sekali lagi ini adalah sambal ala saya.

Kalau dari segi rasa sebenarnya sambal mentah lebih mantap, tetapi kita harus selalu membuatnya sebelum makan, karena sambalnya tidak akan tahan lama. Untuk alas an kepraktisan (kata lain dari malas J), saya lebih sering membuat sambal matang.

Walaupun banyak orang menyukai sambal, tetapi selera setiap orang pasti berbeda. Namun kalau anda selama ini belum menemukan sambal yang cocok dengan lidah Anda, ‘monggo’dicoba resep sambal saya.


Selengkapnya...